Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan
untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada
segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima
adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli
modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis
literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala
kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang
membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris
pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal
tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk
menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku
kata yang terus
diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi
tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan'
yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan
sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru
Namun beberapa
kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin
memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu
'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan
lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Didalam puisi
juga biasa disisipkan majas
yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah
satunya adalah sarkasme
yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Dibeberapa
daerah di Indonesia
puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka
enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
Daftar
isi
|
Hal-hal Membaca Puisi
Hal- hal yang
perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
- Ketepatan
ekspresi/mimik
Ekpresi adalah
pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
- Kinesik
yaitu gerak anggota tubuh.
- Kejelasan
artikulasi
Artikulasi
yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata.
- Timbre
yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
- Irama
puisi artinya panjang pendek, keras lembut, tinggi rendahnya suara.
- Intonasi
atau lagu suara
Dalam sebuah
puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
- Tekanan
dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting.
- Tekanan
nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi
menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya. Suara rendah
mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
- Tekanan
tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Unsur-unsur puisi
Unsur-unsur
puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi
[sunting] Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik
puisi terdiri dari:
- Perwajahan
puisi (tipografi),
yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
- Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena
puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
- Imaji, yaitu
kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji
raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami
penyair.
- Kata
konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang.
Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan
hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat
kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
- Gaya
bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan
efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme,
repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis,
alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars
pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
- Rima/Irama adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi.
Rima mencakup:
- Onomatope
(tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.),
- Bentuk
intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal,
sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan
sebagainya
- Pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Struktur Batin Puisi
Struktur batin
puisi terdiri dari
- Tema/makna (sense);
media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
- Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama,
jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman
sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema
dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi
saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis
dan psikologisnya.
- Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema
dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah
begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
- Amanat/tujuan/maksud
(itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada
pembaca
Jenis-Jenis Puisi
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi Lama
Puisi lama
adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara
lain :
- Jumlah
kata dalam 1 baris
- Jumlah
baris dalam 1 bait
- Persajakan
(rima)
- Banyak
suku kata tiap baris
- Irama
Ciri puisi
lama:
- Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Jenis-jenis
puisi lama
- Mantra adalah
ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
- Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari
pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati
- Karmina adalah pantun kilat
seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
- Seloka adalah
pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
- Gurindam
adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
- Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
- Talibun
adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Puisi Baru
Puisi baru bentuknya
lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun
rima.
Ciri-ciri Puisi
Baru:
- Bentuknya
rapi, simetris;
- Mempunyai
persajakan akhir (yang teratur);
- Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
- Sebagian
besar puisi empat seuntai;
- Tiap-tiap
barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
- Tiap
gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis
Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
- Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam
bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh:
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang
Pemberontak”.
- Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan,
seorang pahlawan, tanah air, atau almamater
(Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi
berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian
terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang
bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang
patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
- Ode adalah puisi
sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
- Epigram adalah puisi yang
berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa
Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik;
nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada
teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di
depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti
tergilas.
(Iqbal)
- Romansa
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa
Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan
kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
- Elegi adalah puisi yang berisi
ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa
duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena
kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada
cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada
berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau
berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga
kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari
berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak
bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap
harap
sekali tiba di ujung dan sekalian
selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan
bisa terdekap
- Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa
Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap
sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang
pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan
rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa
pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
- Distikon, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
- Terzina, puisi yang tiap
baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
- Kuatrain, puisi yang tiap
baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
- Kuint, adalah puisi yang tiap
baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
- Sektet, adalah puisi yang tiap
baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
- Septime, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
- Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap
baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan
seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
- Soneta, adalah puisi yang
terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama
masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris.
Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa
Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi
soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda
diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam
Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai
”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk
pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai
kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah
jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b
)
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b
)
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau
( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
Puisi Kontemporer
Kata kontemporer
secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu
menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer
dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi
kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi
kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun
bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian
kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya
dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh
puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
- Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga
kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
- Ibrahim Sattah dengan
kumpulan puisinya Hai Ti
- Hamid Jabbar dengan
kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi
kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
- Puisi mantra adalah
puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang
yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
- Mantra
bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang
disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
- Mantra
berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
- Mantra
mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu
terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk
Kapak, 1981)
- Puisi mbeling adalah
bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah
ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul
pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus
untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy
Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling".
Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi
mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
- Mengutamakan
unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima,
irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada
maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok giginya
sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya
supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa
kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu
terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi
Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
- Menyampaikan
kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
- Menyampaikan
ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi.
Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan
puisi yang mengkritik puisi.
- Puisi konkret adalah
puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah
hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya
menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya
terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar
sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
Penyusunan
puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan
beberapa unsur sebagai berikut:
- Unsur
bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada
tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau
pengulangan-pengulangannya.
- Tipografi;
meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang
disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
- Enjambemen;
meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris
berikutnya.
- Kelakar
(parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap
penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan
untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada
segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima
adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli
modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis
literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala
kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang
membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris
pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal
tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk
menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku
kata yang terus
diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi
tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan'
yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan
sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru
Namun beberapa
kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin
memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu
'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan
lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Didalam puisi
juga biasa disisipkan majas
yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah
satunya adalah sarkasme
yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Dibeberapa
daerah di Indonesia
puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka
enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
Daftar
isi
|
Hal-hal Membaca Puisi
Hal- hal yang
perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
- Ketepatan
ekspresi/mimik
Ekpresi adalah
pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
- Kinesik
yaitu gerak anggota tubuh.
- Kejelasan
artikulasi
Artikulasi
yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata.
- Timbre
yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
- Irama
puisi artinya panjang pendek, keras lembut, tinggi rendahnya suara.
- Intonasi
atau lagu suara
Dalam sebuah
puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
- Tekanan
dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting.
- Tekanan
nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi
menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya. Suara rendah
mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
- Tekanan
tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Unsur-unsur puisi
Unsur-unsur
puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi
[sunting] Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik
puisi terdiri dari:
- Perwajahan
puisi (tipografi),
yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
- Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena
puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
- Imaji, yaitu
kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji
raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami
penyair.
- Kata
konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang.
Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan
hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat
kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
- Gaya
bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan
efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme,
repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis,
alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars
pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
- Rima/Irama adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi.
Rima mencakup:
- Onomatope
(tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.),
- Bentuk
intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal,
sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan
sebagainya
- Pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Struktur Batin Puisi
Struktur batin
puisi terdiri dari
- Tema/makna (sense);
media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
- Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama,
jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman
sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema
dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi
saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis
dan psikologisnya.
- Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema
dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah
begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
- Amanat/tujuan/maksud
(itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada
pembaca
Jenis-Jenis Puisi
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi Lama
Puisi lama
adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara
lain :
- Jumlah
kata dalam 1 baris
- Jumlah
baris dalam 1 bait
- Persajakan
(rima)
- Banyak
suku kata tiap baris
- Irama
Ciri puisi
lama:
- Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Jenis-jenis
puisi lama
- Mantra adalah
ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
- Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari
pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati
- Karmina adalah pantun kilat
seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
- Seloka adalah
pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
- Gurindam
adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
- Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a,
berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
- Talibun
adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Puisi Baru
Puisi baru bentuknya
lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun
rima.
Ciri-ciri Puisi
Baru:
- Bentuknya
rapi, simetris;
- Mempunyai
persajakan akhir (yang teratur);
- Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
- Sebagian
besar puisi empat seuntai;
- Tiap-tiap
barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
- Tiap
gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis
Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
- Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam
bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh:
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang
Pemberontak”.
- Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan,
seorang pahlawan, tanah air, atau almamater
(Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi
berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian
terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang
bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang
patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
- Ode adalah puisi
sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
- Epigram adalah puisi yang
berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa
Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik;
nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada
teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di
depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti
tergilas.
(Iqbal)
- Romansa
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa
Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan
kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
- Elegi adalah puisi yang berisi
ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa
duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena
kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada
cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada
berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau
berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga
kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari
berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak
bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap
harap
sekali tiba di ujung dan sekalian
selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan
bisa terdekap
- Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa
Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap
sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang
pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan
rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa
pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
- Distikon, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
- Terzina, puisi yang tiap
baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
- Kuatrain, puisi yang tiap
baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
- Kuint, adalah puisi yang tiap
baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
- Sektet, adalah puisi yang tiap
baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
- Septime, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
- Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap
baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan
seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
- Soneta, adalah puisi yang
terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama
masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris.
Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa
Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi
soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda
diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam
Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai
”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk
pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai
kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah
jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b
)
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b
)
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau
( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
Puisi Kontemporer
Kata kontemporer
secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu
menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer
dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi
kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi
kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun
bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian
kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya
dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh
puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
- Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga
kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
- Ibrahim Sattah dengan
kumpulan puisinya Hai Ti
- Hamid Jabbar dengan
kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi
kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
- Puisi mantra adalah
puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang
yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
- Mantra
bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang
disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
- Mantra
berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
- Mantra
mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu
terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk
Kapak, 1981)
- Puisi mbeling adalah
bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah
ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul
pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus
untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy
Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling".
Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi
mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
- Mengutamakan
unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima,
irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada
maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok giginya
sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya
supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa
kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu
terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi
Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
- Menyampaikan
kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
- Menyampaikan
ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi.
Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan
puisi yang mengkritik puisi.
- Puisi konkret adalah
puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah
hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya
menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya
terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar
sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
Penyusunan
puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan
beberapa unsur sebagai berikut:
- Unsur
bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada
tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau
pengulangan-pengulangannya.
- Tipografi;
meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang
disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
- Enjambemen;
meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris
berikutnya.
- Kelakar
(parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap
penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)